Thursday, October 18, 2012
Penerapan GCG PADA BANK CAPITAL
PENERAPAN GCG PADA BANK CAPITAL
Sebagai perusahaan go public, implementasi good corporate governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik, merupakan kebutuhan mu tlak bagi PT. Bank Capital Indonesia, Tbk (Bank Capital). Selain untuk menjaga kesinambungan bisnis Bank Capital dalam jangka panjang, pengimplementasian GCG juga mutlak harus dilakukan dalam rangka pe menuhan hak dan tanggungjawab Bank Capital kepada seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas yang dikuasi masyarakat berdasarkan 5 (lima) prinsip dasar GCG, yakni transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan sesuai dengan anggaran dasar perusahaan. Bank Capital sangat menyadari bahwa GCG merupakan perangkat utama yang mengatur dan
mengarahkan kegiatan perusahaan dalam tata hubungan antara karyawan, Direksi, Dewan Komisaris,pemegang saham, dan para pemangku kepen tingan (stakeholders) lainnya. Dengan demikian, bagi Bank Capital, pemenuhan prinsip-prinsip GCG merupakan bagian untuk membangun fondasi bisnis yang sehat. Untuk mengupayakan sistem perbankan yang sehat dan kuat sebagaimana komitmen Dewan Komisaris dan Direksi, Bank Capital berkeya kin an bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG me ru pakan salah satu prasyarat mutlak dalam proses transformasi tersebut. Di samping itu, se laku perusahaan terbuka, penerapan prinsip GCG se cara baik dapat meningkatkan kepercayaan in vestor, sekaligus merupakan nilai tambah bagi para pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Seiring dengan berkembangnya bisnis bank dan perubahan-perubahan dalam bisnis perbankan baik secara nasional maupun global, dan persaingan yang semakin ketat pada industri perbankan, maka Bank Capital harus menyiapkan antisipasi melalui perbaikan dan penyesuaian secara terus menerus. Dengan demikian, Bank Capital dapat menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang handal dan mampu memberikan nilai tambah bagi Bank Capital dan sistem perbankan secara keseluruhan.
Hasil Self Assessment
Penilaian GCG yang dilakukan Bank Capital adalah melalui metode self assessment sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia. Hasil penilaian GCG melalui metode self assessment Bank Capital pada 2011, secara komposit enghasilkan predikat baik dengan kecenderungan semakin membaik dari tahun ke tahun.
Kebijakan GCG
Saat ini Bank Capital telah memiliki kerangka kebijakan dan panduan tata kelola perusahaan yang komprehensif dan telah diterapkan sejalan dengan upaya manajemen dalam melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik. Beberapa prinsip dan praktik terbaik (best practices) GCG telah diimplementasikan, sehingga diharapkan dapat memberi manfaat optimal bagi Bank Capital, pemegang saham, maupun pihak-pihak berkepentingan lainnya.
Pelaksanaan GCG
Implementasi GCG yang telah dilaksanakan Bank Capital sebagai berikut:
• Prinsip-prinsip transparansi (transparency – dengan selalu memperhatikan rahasia bank, rahasia jabatan dan hak-hak pribadi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku), akuntabilitas (accountability), tanggung jawab (responsibility), independensi (independency), kewajaran (fairness) dan kehati-hatian (prudent) dalam pengelolaan bank.
• Praktik-praktik untuk meningkatkan kinerja bank, efisiensi, dan pelayanan kepada stakeholders dan pemegang saham.
• Praktik-praktik untuk meningkatkan minat dan kepercayaan investor.
Laporan Pelaksanaan GCG
Pelaksanaan GCG pada Bank Capital juga ditunjukan dengan penyampaian laporan keuangan kepada Bank Indonesia (BI), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), dan Bursa Efek Indonesia (BEI), serta emberikan informasi laporan keuangan Bank Capital kepada publik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Praktiknya, implementasi GCG di Bank Capital berpedoman pada ketentuan BI yang meliputi:
• Pemenuhan komposisi Dewan Komisaris dan Direksi beserta pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya;
• Kelengkapan dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab komite-komite yaitu KomiteAudit, Komite Pemantau Risiko, dan Komite Remunerasi dan Nominasi;
• Pelaksanaan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern;
• Pelaksanaan fungsi manajemen risiko;
• Pemenuhan ketentuan BI terkait dengan prinsip kehati-hatian dalam penyediaan dana kepada
• pihak terkait dan debitur besar;
• Penyusunan rencana strategis Bank sesuai dengan ketentuan ketentuan mengenai Rencana Bisnis Bank;
• Pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan non keuangan;
• Penyusunan Pedoman Kerja Dewan Komisaris dan Direksi;
• Penetapan Visi, Misi dan Nilai Budaya Kerja Perusahaan;
• Penunjukkan Direktur Kepatuhan dan pembentukan Satuan Kerja Audit Intern, dan Satuan Kerja Manajemen Risiko.
Melalui pelaksanaan prinsip-prinsip GCG, pada akhirnya diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap Bank Capital, pemegang saham, maupun para pemangku kepentingan lainnya. Manfaat tersebut adalah: meningkatnya kesungguhan manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG yang meliputi keterbukaan, akuntabilitas; tanggung jawab, independensi, kewajaran, dan kehati-hatian dalam pengelolaan Bank; meningkatnya kinerja, efi siensi, dan pelayanan kepada stakehoders; mempermudah perolehan dana pembiayaan yang lebih murah, yang pada akhirnya akan meningkatkan shareholders’ value; meningkatnya minat dan kepercayaan investor; terlindungnya Bank Capital dari intervensi eksternal dan tuntutan hukum; dan mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Mekanisme GCG
Mekanisme GCG di Bank Capital ditunjukkan dengan pemisahan yang jelas antara mekanisme pengambilan keputusan penting yang tertinggi pada Bank, mekanisme pengelolaan, dan mekanisme pengawasan. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah mekanisme utama dan elemen organisasi tertinggi yang dipakai Bank Capital dalam mengambil keputusan penting bagi Bank Capital sesuai dengan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. pengelolaan bank dilakukan oleh Direksi, dan mekanisme pengawasan terhadap kinerja pengelolaan bank dilakukan oleh Dewan Komisaris.
Struktur GCG
Secara struktural, sejalan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, dan sejalan de ngan ketentuan GCG di perbankan dan pasar modal, elemen-elemen pelaksana GCG di Bank Capital terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, dan Direksi. Masing masing elemen tersebut telah menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai dengan aturan yang berlaku secara independen, dan bertanggjungjawab untuk meningkatkan kinerja Bank dan mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tidak mengabaikan kepentingan stakeholder lainnya
SUMBER : BANK CAPITAL ANNUAL REPORT 2011
PENERAPAN GCG BANK BUMIPUTERA
Good Corporate Governance (selanjutnya disingkat
“GCG”) adalah suatu tata kelola perusahaan yang berlandaskan pada lima prinsip
dasar yaitu :
·
Keterbukaan (transparency) yaitu keterbukaan dalam mengemukakan
informasi yang materiil dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan
keputusan.
·
Akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan
pelaksanaan pertanggungjawaban, sehingga pengelolaannya dapat berjalan secara
efektif.
·
Pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan
perusahaan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku dan prinsip prinsip
pengelolaan perusahaan yang sehat.
·
Independensi (independency) yaitu pengelolaan perusahaan secara
professional tanpa pengaruh dan tekanan dari pihak manapun.
·
Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi
hak hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
Sejalan dengan kebijakan
tersebut, peningkatan kualitas pelaksanaan GCG merupakan salah satu upaya untuk
memperkuat ketahanan internal Bank sesuai dengan Arsitektur Perbankan Indonesia
(selanjutnya disingkat “API”). Selaras dengan Peraturan Bank Indonesia
(selanjutnya disingkat “PBI”) No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang
Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum dan PBI No.8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006
tentang Perubahan atas PBI No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang
Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum (selanjutnya disingkat “PBI GCG”) serta Surat
Edaran Bank Indonesia (selanjutnya disingkat “SEBI”) No.9/12/DPNP tanggal 30
Mei 2007 perihal Pelaksanaan GCG bagi
Bank Umum dan PBI No.13/2/PBI/2011 tanggal 12 Januari 2011 tentang Pelaksanaan
Fungsi Kepatuhan Bank Umum (selanjutnya disebut “PBI Pelaksanaan Fungsi
Kepatuhan Bank Umum”), Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap
kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Penerapan GCG
di PT Bank ICB Bumiputera Tbk (selanjutnya disebut “Bank ICB Bumiputera” atau
“Bank”) diawali dengan proses internalisasi untuk memperoleh pemahaman yang
sama di seluruh jajaran manajemen dan karyawan Bank tentang pentingnya
penerapan GCG di masing-masing unit kerja, untuk kemudian diikuti dengan
penerapannya secara konsisten. Langkah selanjutnya adalah dengan menetapkan
struktur organisasi termasuk pembentukan komite-komite, menempatkan
pejabat-pejabat yang kompeten dibidangnya, pembagian tugas dan tanggung jawab
yang jelas serta adanya komitmen dari masing-masing pejabat tersebut. Dengan
pelaksanaan praktek-praktek perbankan yang sehat yang berlandaskan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada gilirannya dapat menumbuhkan
suatu perilaku dan kebiasaan yang mencerminkan budaya GCG. Dalam rangka meningkatkan
kinerja Bank, melindungi kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder)
dan eningkatkan kepatuhan Bank terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menerapkan nilai-nilai etika
yang berlaku pada industri perbankan, Bank meyakini perlunya diimplementasikan
prinsip prinsip GCG secara konsisten dan berkesinambungan. Bank terus berusaha
meningkatkan kualitas dan standar penerapan GCG secara terus menerus dan
berkelanjutan. Menjadi tekad dari seluruh manajemen dan karyawan untuk menjadikan
Bank ICB Bumiputera sebagai salah satu bank yang menerapkan tata kelola
perusahaan yang baik.
Pelaksanaan GCG Bank ICB
Bumiputera
Pelaksanaan GCG meliputi 7
(tujuh) aspek cakupan GCG beserta kepatuhan Bank terhadap
aspek aspek tersebut yang
meliputi :
I. Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
II. Kelengkapan dan
pelaksanaan tugas komite-komite.
III. Penerapan fungsi
kepatuhan, auditor intern dan auditor ekstern.
IV. Penerapan Manajemen
Risiko termasuk sistem pengendalian intern.
V. Penyediaan dana kepada
pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large
exposure)
VI. Rencana strategis Bank
VII. Transparansi kondisi
keuangan dan non keuangan Bank.
Sumber : Bank ICB Bumiputera Annual Report 2011
Saturday, October 6, 2012
Sarbaness Oxley Act
Sejarah SOA
Salah satu tema yang sangat menarik dalam Association Certified Fraud Examiner
(ACFE) Annual Fraud Conference ke-14 di Chicago adalah diterbitkannya SarbanesOxley Act
(SOX atau SOA). Undang-undang ini merupakan suatu terobosan dan sebagai reformasi
terbesar di USA khususnya dan dunia pada umumnya bagi penilaian corporate governance
sejak diterbitkannya Securities Acts of 1933 and 1934.
Undang-undang tersebut diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes (Maryland) dan
Representative Michael Oxley (Ohio). Undang-undang ini diterbitkan sebagai jawaban dari
Kongres Amerika Serikat terhadap berbagai skandal pada beberapa korporasi besar seperti:
Enron dan kemudian diikuti oleh WorIdCom, Qwest, Tyco, HeaIthSouth dan lain-lain, yang juga
melibatkan beberapa Kantor Akuntan Publik (KAP) yang termasuk dalam kelompok lima besar
"the big five" seperti: Arthur Andersen, PWC, dan KPMG. Semua skandal ini merupakan contoh
yang tragis dan menyedihkan bagaimana skema kecurangan (fraud schemes) berdampak
sangat buruk terhadap pemegang saham, pasar, pegawai dan masyarakat dalam arti luas.
Dengan diberlakukannya undang-undang Sarbanes Oxley 2002 yang ditandatangani
oleh Presiden George Walker Bush pada 30 Juli 2002 diharapkan dapat membawa dampak
positif bagi berbagai profesi, antara lain : akuntan publik bersertifikat (CPA); kantor akuntan
publik (KAP); perusahaan yang memperdagangkan sahamnya (listed di bursa US (termasuk
direksi, komisaris, karyawan, dan pemegang saham); perantara (broker); penyalur (dealer);
pengacara yang berpraktik untuk perusahaan publik; investor perbankan serta para analis
keuangan. Penerapan undang-undang tersebut dilatarbelakangi oleh bangkrutnya sejumlah
korporasi di Amerika Serikat. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang : apa saja yang diatur
dalam SOA dan bagaimana sanksi yang akan dijatuhkan jika aturan-aturan dalam SOA dilanggar
Legalisasi Sarbanes-Oxley Act (SOA)
Karena adanya desakan dari masyarakat, Congress cepat untuk bertindak. Pada
tanggal 30 Juli 2002, Presiden Walker Bush mengesahkan suatu undang-undang yang
bernama Sarbanes-Oxley Act of 2002. Undang-undang tersebut bermaksud untuk
meningkatkan kepercayaan publik terhadap pasar modal dan menetapkan kewajiban dan
hukuman yang berat bagi perusahaan publik dan para eksekutif, direksi, auditor, pengacara,
dan analis saham yang melanggar aturan yang telah ditetapkan.
Undang-undang ini merupakan reformasi terbesar di USA bagi penilaian corporate
governance sejak diterbitkannya Securities Acts of 1933 and 1934. Oleh karena itu merupakan
suatu keharusan bagi para akuntan, auditor dan fraud examiners untuk mempelajari undangundang
ini, dan termasuk juga Statement on Auditing Standards (SAS) No. 99, agar
mengetahui pengaruhnya bagi organisasi publik, swasta maupun jenis organisasi yang lain
serta tanggung jawab apa saja yang menjadi kewajibannya.
Berikut ini ringkasan isi pokok dari Sarbanes-Oxley Act:
• Membentuk independent public company board untuk mengawasi audit terhadap
perusahaan public.
• Mensyaratkan salah seorang anggota komite audit adalah orang yang ahli dalam bidang
keuangan.
• Mensyaratkan untuk melakukan full disclosure kepada para pemegang saham berkaitan
dengan transaksi keuangan yang bersifat kompleks.
• Mensyaratkan Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO) perusahaan
untuk melakukan sertifikasi tentang validitas pembuatan laporan keuangan perusahaannya.
Jika diketahui mereka melakukan laporan palsu, mereka akan dipenjara selama 20 tahun
dan denda sebesar US$5 juta.
• Melarang kantor akuntan publik dari tawaran jasa lainnya, seperti melakukan konsultasi,
ketika rnereka sedang melaksanakan audit pada perusahaan yang sama. Hal ini untuk
menghindari adanya benturan kepentingan (conflict of interest).
• Mensyaratkan adanya kode etik, terdaftar pada Securities and Exchange Commission
(Bapepam-LK), untuk para pejabat keuangan (financial officer) Ancaman hukuman 10 tahun
penjara untuk pelaku kecurangan wire and mail fraud.
• Mensyaratkan mutual fund professional untuk menyampaikan suaranya pada wakil
pemegang saham, sehingga memungkinkan para investor untuk mengetahui bagaimana
saham mereka berpengaruh terhadap keputusan.
• Memberikan perlindungan kepada individu yang melaporkan adanya tindakan menyimpang
kepada pihak yang berwewenang.
• Mensyaratkan penasehat hukum perusahaan untuk mengungkap adanya penyimpangan
kepada pejabat senior dan kepada dewan komisaris, jika perlu; penasehat hukum tersebut
berhenti untuk bekerja sama dengan perusahaan jika manajer senior tersebut mengabaikan
laporan tersebut.
Pro dan Kontra Penerapan Sarbanes-Oxley Act (SOA)
Berikut ini sejumlah kritik terhadap penerapan Sarbanes-Oxley Act (SOA) :
1. Membutuhkan biaya besar (it is too costly)
Salah satu perkiraan berdasarkan suatu survai yang dilakukan oleh Financial Executives
International menyatakan bahwa perusahaan dengan pendapatan sebesar US$5 milyar
harus menyisihkan anggaran rata-rata sebesar US$4.7 juta untuk menerapkan pengendalian
intern yang dipersyaratkan oleh SOA, kemudian juga harus masih mengeluarkan lagi biaya
tahunan sebesar US$1.5 juta untuk menjaga kepatuhan.
7
2. Memiliki dampak negatif bagi perusahaan terhadap persaingan global (it impacts
negatively on a firm's global competitiveness)
Argumen ini juga mendasarkan atas biaya yang dikeluarkan untuk menjaga kepatuhan
operasi internal terhadap undang-undang. Kritik ini berargumen bahwa perusahaan lain yang
berasal diluar USA tidak harus menanggung beban ini, kenapa perusahaan-perusahaan USA
harus menanggungnya?
3. Pengeluaran pemerintah juga meningkat untuk menerapkan undangundang tersebut
(government costs also increase to regulate the law)
The SEC (Bapepam-LK) menerima tip (pengaduan) tentang adanya pelanggaran hukum
melalui e-mail yang telah disediakan (http://www.sec.gov/complaint.shtml). Jumlah
pengaduan meningkat dari 77.000 pada tahun 2001 menjadi 180.000 pada tahun 2003. SEC
menerima pengaduan sekitar 250.000 pada tahun 2006. Setiap had diterima lebih dari 1.300
pengaduan lewat e-mail. Sebagian besar pengaduan tersebut berkisar tentang adanya
permasalahan akuntansi pada perusahaan publik.
4. Chief Financial Officer (CFO) bertambah bebannya dan tertekan karena harus
mematuhi akuntabilitas yang dipersyaratkan oleh undang-undang
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh majalah CFO menyatakan bahwa sejak 2001, 1/5
dari eksekutif keuangan mengatakan bahwa mereka merasakan lebih tertekan karena harus
menggunakan metode akuntansi dengan penuh pertimbangan untuk menghasilkan laporan
keuangan yang lebih baik. Selain itu mereka juga harus melakukan sertifikasi terhadap
laporan keuangan.
5. Menurunnya Minat Perusahaan Privat Untuk Menjadi Perusahaan Publik
Argumennya adalah dengan menerapkan SOA menyebabkan perusahaan harus
menanggung biaya yang begitu besar sehingga untuk perusahaan ukuran kecil dan
menengah enggan untuk go publik.
Paul Volcker (ahli dari SEC) dan Arthur Levitt (ahli dari Federal Reserve),
memberikan sejumlah argumen terhadap sejumlah kritik terhadap penerapan
SOA:
1. Biaya yang dikeluarkan untuk menerapkan SOA adalah lebih kecil dibandingkan jika
tidak menggunakannya (the cost of implementing SOA are minimal to the costs of not
having it).
Misalkan terjadinya kerugian dalam saham sebesar US$7 triliun, hal ini belum terhitung
kerugian yang dialami oleh pegawai, keluarga pegawai, dan dampak ekonomi secara
keseluruhan.
2. Perubahan yang dipersyaratan untuk menerapkan SOA adalah sulit (the changes
required to implement this law are difficult)
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh majalah Corporate Board Member menyatakan
bahwa lebih 60% dari 153 direktur berkeyakinan bahwa SOA memiliki dampak positif bagi
perusahaan mereka, dan lebih dari 70% berpendapat bahwa hukum juga memiliki dampak
positif bagi mereka.
3. Tidak adanya data pendukung terhadap argumen bahwa penerapan SOA akan
menyebabkan perusahaan tidak mampu bersaing dalam lingkungan global.
The NASDAQ stock exchange menyatakan telah terjadi penambahan 6 (enam) perusahaan
internasional yang listing dalam kuartal kedua selama 2004. Dan berdasarkan survei yang
dilakukan oleh Broadgate Capital Advisory dan the Valuae Alliance menyatakan bahwa
hanya 8% dari 143 perusahaan asing yang telah go public dan sahamnya diperdagangkan di
bursa USA mengklaim bahwa karena SOA akan menyebabkan mereka untuk berfikir ulang
untuk memasuki pasar USA.
4. Jika suatu perusahaan menerapkan SOA sebagai alasan tidak untuk go public,
perusahaan tidak harus go public atau menggunakan dana dari para investor.
Pasar USA termasuk salah satu pasar yang paling diminati di dunia karena memiliki regulasi
yang sangat baik.
5. Para pejabat dibidang keuangan (financial officer) yang protes tentang persyaratan
dari SOA, ada kemungkinan mereka tertekan karena sebelumnya tidak memiliki
pengendalian intern.
Pada tahun 2003, sebanyak 57 perusahaan dari skala kecil hingga terbesar mengatakan
bahwa mereka memiliki kelemahan yang sangat mengkhawatirkan tentang pengendalian,
setelah para auditor yang bertugas melakukan tes terhadap pengendalian keuangan
diberhentikan. Keputusan ini diambil oleh perusahaan untuk menekan biaya.
Polemik tentang biaya dan manfaat yang diperoleh dari penerapan SOA terus akan berlanjut.
Paul Volcker dan Arthur Levitt menegaskan bahwa "meskipun diperlukan biaya dalam
meningkatkan kepatuhan, kita berkeyakinan bahwa suatu investasi dalam tata kelola
perusahaan yang baik, professional integrity, dan transaparansi akan dibayar kembali deviden
yang berbentuk meningkatnya kepercayaan dari investor, pasar yang lebih efisien, dan
partisipasi pasar yang lebih baik dimasa mendatang.
F. Isi Ringkas dari SOA
Sarbanes-Oxley Act terdiri dari 11 seksi atau judul (sections or titles), yaitu : Title I : Public
Company Accounting Oversight Board (PCAOB), Title II : Auditor Independence, Title III :
Corporate Responsibility, Title IV : Enhanced Financial Disdosures, Title V : Analyst Conflicts of
Interest, Title VI : Commission Resources and Authority, Title VII : Studies and Reports, Title
VIII : Corporate and Criminal Fraud Accountability, Title IX : White-Collar Crime Penalty
Enhancements, Title X : Corporate Tax Returns, dan Title XI : Corporate Fraud Accountability
Subscribe to:
Posts (Atom)